Istilah Isyana berasal dari nama Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa, yaitu
gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang (929–947). Dinasti ini menganut
agama Hindu aliran Siwa. Berdasarkan agama yang dianut, Mpu Sindok diduga
merupakan keturunan Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang periode Jawa Tengah. Salah
satu pendapat menyebutkan bahwa Mpu Sindok adalah cucu Mpu Daksa yang
memerintah sekitar tahun 910–an. Mpu Daksa sendiri memperkenalkan pemakaian
Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah
keturunan asli Sanjaya. Dengan demikian, Mpu Daksa dan Mpu Sindok dapat disebut
sebagai anggota Wangsa Sanjaya. Kerajaan Medang di Jawa Tengah hancur akibat
letusan Gunung Merapi menurut teori van Bammelen. Mpu Sindok kemudian
memindahkan ibu kota Medang dari Mataram menuju Tamwlang. Beberapa tahun
kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh. Kedua istana baru itu terletak
di daerah Jombang sekarang. Mpu Sindok tidak hanya memindahkan istana Medang ke
timur, namun ia juga dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Wangsa
Isyana. Namun ada juga pendapat yang menolak keberadaan Wangsa Sanjaya dan
Wangsa Isyana, antara lain yang diajukan oleh Prof. Poerbatjaraka, Pusponegoro,
dan Notosutanto. Menurut versi ini, dalam Kerajaan Medang hanya ada satu
dinasti saja, yaitu Wangsa Syailendra, yang semula beragama Hindu. Kemudian
muncul Wangsa Syailendra terpecah dengan munculnya anggota yang beragama
Buddha. Dengan kata lain, versi ini berpendapat bahwa Mpu Sindok adalah anggota
Wangsa Syailendra yang beragama Hindu Siwa, dan yang memindahkan istana
Kerajaan Medang ke Jawa Timur. Berdasarkan penemuan beberapa prasasti, dapat
diketahui bahwa Kerajaan Medang Kamulan terletak di muara Sungai Brantas.
Ibukotanya bernama Watan Mas. Kerajaan itu didirikan oleh Mpu Sindok, setelah
ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Wilayah
kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu Sindok mencakup
Nganjuk di sebelah barat, Pasuruan di sebelah timur, Surabaya di sebelah utara,
dan Malang di sebelah selatan. Dalam perkembang-an selanjutnya, wilayah
kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh wilayah Jawa
Timur.
A. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Medang Kamulan berasal dari berita asing dan benda-benda berupa prasasti,candi
Sumber sejarah Kerajaan Medang Kamulan berasal dari berita asing dan benda-benda berupa prasasti,candi
1.Prasasti
Beberapa prasasti yang mengungkapkan Kerajaan Medang Kamulan antara lain
Beberapa prasasti yang mengungkapkan Kerajaan Medang Kamulan antara lain
a. Prasasti
dari Mpu Sindok, dari Desa Tangeran (daerah Jombang) tahun 933 M
menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok
memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbin.
b. 2.Prasasti
Mpu Sindok dari daerah Bangil menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah
pembuatan satu candi sebagai tempat pendharmaan ayahnya dari permaisurinya yang
bernama Rakryan Bawang.
c. 3.Prasasti
Mpu Sindok dari Lor (dekat Nganjuk) tahun 939 M menyatakan bahwa Raja Mpu
Sindok memerintah pembuatan candi yang bernama Jayamrata dan Jayastambho (tugu
kemenangan) di Desa Anyok Lodang.
d. 4.Prasasti
Calcuta, prasasti dari Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan dari
Raja
Selain meninggalkan bukti sejarah
berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, Kerajaan Medang juga membangun banyak candi, baik itu
yang bercorak Hindu maupun Buddha. Temuan Wonoboyo berupa artifak emas yang ditemukan tahun 1990 di
Wonoboyo, Klaten, Jawa Tengah; menunjukkan kekayaan dan kehalusan seni budaya
kerajaan Medang.
Candi-candi peninggalan Kerajaan
Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur. Candi megah yang dibangun oleh Sailendrawangsa ini telah ditetapkan UNESCO (PBB) sebagai
salah satu warisan budaya dunia.
B.Berita
Berita asing tentang keberadaan Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur dapat diketahui melalui berita dari India dan Cina. Berita dari India mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Chola untuk membendung dan menghalangi kemajuan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Raja Dharmawangsa.
Berita Cina berasal dari catatan-catatan yang
ditulis pada zaman Dinasti Sung. Catatan-catatan Kerajaan Sung itu menyatakan
bahwa antara kerajaan yang berada di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya sedang terjadi
permusuhan, sehingga ketika Duta Sriwijaya pulang dari Cina (tahun 990 M),
terpaksa harus tinggal dulu di Campa sampai peperangan itu reda. Pada tahun 992
M, pasukan dari Jawa telah meninggalkan Sriwijaya dan Kerajaan Medang Kamulan
dapat memajukan pelayaran dan perdagangan. Di samping itu, tahun 992 M tercatat
pada catatan-catatan negeri Cina tentang datangnya duta persahabatan dari Jawa.
Raja-Raja Yang Memerintah
Berikut adalah nama-nama raja yang berkuasa di Medang:
1. Mpu Sindok alias Maharaja Isyana (929-947)
2. Sri Isyana Tunggawijaya, memerintah
bersama Sri Lokapala (947-9xx)
3. Sri Makutawangsawardhana (9xx-985)
4. Airlangga, putra Mahendradatta dan
menantu Dharmawangsa.
Airlangga (Bali, 990 - Belahan,
1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan Kahuripan,
yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri
Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia
memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan
keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya
dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya.
Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan
sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
Masa Kejayaan
Dinasti Isyana merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Pendirinya adalah Mpu Sendok (929 – 947) dengan ibukota Watugaluh. Serangan Dinasti Isyana terhadap Sriwijaya pada tahun 1003 pada masa Dharmawangsa Teguh (992 – 1016) dan berhasil menguasai selat malaka. Dan pada tahun itulah terjadi peristiwa “Pralaya” (kehancuran),yaitu peristiwa serangan mendadak terhadap Dinasti Isyana yang dilakukan oleh raja Haji Wurawari atas perintah Sriwijaya, pada saat perkawinan antara putri dharmawangsa dengan Airlangga dari Bali.Seluruh anggota keluarga Dharmawangsa gugur kecuali Airlangga.
Airlangga berhasil naik tahta (1019
– 1042) dengan ibukotanya Wutan Mas. Ia berusaha mempersatukan kembali bekas
kerajaan Dharmawangsa yang terpecah belah. Pada masa pemerintahan Airlangga
,Dinasti Isyana mencapai puncak kejayaannya
Pada waktu Airlangga turun tahta, penggantinya adalah Puteri mahkota bernama Sri Sangramawijaya tapi tidak bersedia menjadi raja dan lebih suka menjadi pertapa.
Pada tahun 1042 kerajaan mataram kuno dibagi menjadi 2 oleh Mpu Barada, yaitu:
Pada waktu Airlangga turun tahta, penggantinya adalah Puteri mahkota bernama Sri Sangramawijaya tapi tidak bersedia menjadi raja dan lebih suka menjadi pertapa.
Pada tahun 1042 kerajaan mataram kuno dibagi menjadi 2 oleh Mpu Barada, yaitu:
1.KerajaanJenggala
- ibukotanya kahuripan
- Rajanya bernama : Jayengrana (Sri Garasakan)
- ibukotanya kahuripan
- Rajanya bernama : Jayengrana (Sri Garasakan)
2. Kerajaan Kediri
- ibukota Daha
- raja :Jayawarsa (Sri Samarawijaya)
Kedua kerajaan tersebut nantinya akan disatukan oleh Jayabaya dari Kediri.
1. Kehidupan politik
Sejak
berdiri dan berkembangnya Kerajaan Medang Kamulan, terdapat beberapa raja yang
diketahui memerintah kerajaan ini. Raja-raja tersebut adalah sebagai berikut.
Raja Mpu Sindok Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Sri Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana.
Raja Mpu Sindok termasuk keturunan Raja Dinasti Sanjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Oleh karena kondisi Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir, Mpu Sindok adalah peletak dasar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Namun, setelah Mpu Sindok turun tahta, keadaan Jawa Timur dapat dikatakan suram, karena tidak adanya prasasti-prasasti yang menceritakan kondisi Jawa Timur.
Raja Mpu Sindok Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kamulan dengan gelar Mpu Sindok Sri Isyanatunggadewa. Dari gelar Mpu Sindok itulah diambil nama Dinasti Isyana.
Raja Mpu Sindok termasuk keturunan Raja Dinasti Sanjaya (Mataram) di Jawa Tengah. Oleh karena kondisi Jawa Tengah tidak memungkinkan bertahtanya Dinasti Sanjaya akibat desakan Kerajaan Sriwijaya, maka Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Bahkan dalam prasasti terakhir, Mpu Sindok adalah peletak dasar Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur. Namun, setelah Mpu Sindok turun tahta, keadaan Jawa Timur dapat dikatakan suram, karena tidak adanya prasasti-prasasti yang menceritakan kondisi Jawa Timur.
Baru setelah
Airlangga naik tahta muncul prasasti-prasasti yang dijadikan sumber untuk mengetahui
keberadaan Kerajaan Medang Kamulan di Jawa Timur.
Dharmawangsa Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Kebesaran Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya. Raja Dharmawangsa percaya bahwa kedudukan ekonomi Kerajaan Sriwijaya yang kuat merupakan ancaman bagi perkembangan Kerajaan Medang Kamulan. Oleh karena itu. Raja Dharmawangsa mengerahkan seluruh angkatan lautnya untuk menduduki dan menguasai Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, selang beberapa tahun kemudian, Sriwijaya bangkit dan mengadakan pembalasan terhadap Kerajaan Medang Kamulan yang masih diperintah oleh Dharmawangsa.
Dalam usaha menundukkan Kerajaan Medang Kamulan, Kerajaan Sriwijaya mengadakan hubungan dengan kerajaan kecil yang ada di Jawa, yaitu dengan Kerajaan Wurawari. Serangan dari Kerajaan Wurawari itulah yang mengakibatkan hancurnya Kerajaan Medang Kamulan (1016 M). Serangan itu terjadi ketika Raja Dharmawangsa melaksanakan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (dari Bali). Dalam serangan itu. Raja Dharmawangsa beserta kerabat istana tewas. Namun Airlangga dapat melarikan diri bersama pengikutnya yang setia, yaitu Narottama.
Dharmawangsa Raja Dharmawangsa dikenal sebagai salah seorang raja yang memiliki pandangan politik yang tajam. Kebesaran Dharmawangsa tampak jelas pada politik luar negerinya. Raja Dharmawangsa percaya bahwa kedudukan ekonomi Kerajaan Sriwijaya yang kuat merupakan ancaman bagi perkembangan Kerajaan Medang Kamulan. Oleh karena itu. Raja Dharmawangsa mengerahkan seluruh angkatan lautnya untuk menduduki dan menguasai Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi, selang beberapa tahun kemudian, Sriwijaya bangkit dan mengadakan pembalasan terhadap Kerajaan Medang Kamulan yang masih diperintah oleh Dharmawangsa.
Dalam usaha menundukkan Kerajaan Medang Kamulan, Kerajaan Sriwijaya mengadakan hubungan dengan kerajaan kecil yang ada di Jawa, yaitu dengan Kerajaan Wurawari. Serangan dari Kerajaan Wurawari itulah yang mengakibatkan hancurnya Kerajaan Medang Kamulan (1016 M). Serangan itu terjadi ketika Raja Dharmawangsa melaksanakan upacara pernikahan putrinya dengan Airlangga (dari Bali). Dalam serangan itu. Raja Dharmawangsa beserta kerabat istana tewas. Namun Airlangga dapat melarikan diri bersama pengikutnya yang setia, yaitu Narottama.
Airlangga
Dalam prasasti Calcuta disebutkan bahwa Raja Airlangga masih termasuk keturunan
Raja Mpu Sindok dari pihak ibunya yang bernama Mahendradata (Gunapria
Dharmapatni) yang menikah dengan Raja Udayana. Ketika Airlangga berusia 16
tahun ia dinikahkan dengan putri Dharmawangsa. Pada saat upacara pernikahan
itulah terjadi serangan dari Kerajaan Wurawari, yang mengakibatkan hancurnya
Kerajaan Medang Kamulan. Seperti sudah disebut, Airlangga berhasil melarikan
diri bersama pengikutnya yang setia, yaitu Narottama ke dalam hutan. Di tengah
hutan Airlangga hidup seperti seorang pertapa dengan menanggalkan pakaian
kebesarannya. Selama tiga tahun (1016-1019 M), Airlangga digembleng baik lahir
maupun batin di hutan Wonogiri. Kemudian, atas tuntutan dari rakyatnya, pada
tahun 1019 M Airlangga bersedia dinobatkan menjadi raja untuk meneruskan
tradisi Dinasti Isyana, dengan gelar Rakai Halu Sri Lakeswara Dharmawangsa
Airlangga Teguh Ananta Wirakramatunggadewa.
Antara tahun 1019-1028 M, Airlangga berusaha mempersiapkan diri agar dapat menghadapi lawan-lawan kerajaannya. Dengan persiapan yang cukup, antara tahun 1028-1035 M, Airlangga berjuang untuk mengembalikan kewibawaan kerajaan. Airlangga menghadapi lawan-lawan yang cukup kuat seperti Kerajaan Wurawari, Kerajaan Wengker, dan Raja Futri dari selatan yang bernama Rangda Indirah. Peperangan menghadapi Rangda Indirah ini diceritakan melalui cerita yang berjudul Calon Arang. Setelah Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, ia mulai membangun kerajaan di segala bidang kehidupan untuk kemakmuran rakyatnya. Dalam waktu singkat Kerajaan Medang Kamulan berhasil meningkatkan kesejahteraannya, keadaan masyarakatnya stabil. Setelah tercapai kestabilan dan kesejahteraan kerajaan, pada tahun 1042 M Raja Airlangga memasuki masa kependetaan. Tahta kerajaan diserahkan kepada seorang putrinya yang terlahir dari permaisuri, tetapi putrinya telah memilih menjadi seorang pertapa dengan gelar Ratu Giri Putri, maka tahta kerajaan diserahkan kepada kedua orang putra yang terlahir dari selir Airlangga. Selanjutnya, Kerajaan Medang Kamulan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri (Panjalu).
Antara tahun 1019-1028 M, Airlangga berusaha mempersiapkan diri agar dapat menghadapi lawan-lawan kerajaannya. Dengan persiapan yang cukup, antara tahun 1028-1035 M, Airlangga berjuang untuk mengembalikan kewibawaan kerajaan. Airlangga menghadapi lawan-lawan yang cukup kuat seperti Kerajaan Wurawari, Kerajaan Wengker, dan Raja Futri dari selatan yang bernama Rangda Indirah. Peperangan menghadapi Rangda Indirah ini diceritakan melalui cerita yang berjudul Calon Arang. Setelah Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya, ia mulai membangun kerajaan di segala bidang kehidupan untuk kemakmuran rakyatnya. Dalam waktu singkat Kerajaan Medang Kamulan berhasil meningkatkan kesejahteraannya, keadaan masyarakatnya stabil. Setelah tercapai kestabilan dan kesejahteraan kerajaan, pada tahun 1042 M Raja Airlangga memasuki masa kependetaan. Tahta kerajaan diserahkan kepada seorang putrinya yang terlahir dari permaisuri, tetapi putrinya telah memilih menjadi seorang pertapa dengan gelar Ratu Giri Putri, maka tahta kerajaan diserahkan kepada kedua orang putra yang terlahir dari selir Airlangga. Selanjutnya, Kerajaan Medang Kamulan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri (Panjalu).
2. Kehidupan ekonomi
Raja Mpu
Sindok mendirikan ibu kota kerajaannya di tepi Sungai Brantas, dengan tujuan
menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di daerah Jawa Timur. Bahkan pada masa
pemerintahan Dharmawangsa, aktifitas perdagangan bukan saja di Jawa Timur,
tetapi berkembang ke luar wilayah jawa Timur.
Di bawah pemerintahan Raja Dharmawangsa, Kerajaan
Medang Kamulan menjadi pusat aktifitas pelayaran perdagangan di indonesia
Timur. Namun akibat serangan dari Kerajaan Wurawari, segala perekonomian
Kerajaan Medang Kamulan mengalami kehancuran.
3. Kehidupan sosial budaya
Di bidang social budaya juga mengalami kemajuan.
Antara lain dibuat bendungan Waringin Sapto utnuk pertanian. Pada tahun 1035
ditulis kitab Arjunawiwaha oleh Mpu Kanwa. Kitab ini menggambarkan kehidupan
Airlangga dan dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu. Perwujudannya dapat dilihat
Arca Wisnu naik Garuda di Candi Belahan. Sepeninggal Airlangga wilayah dibagi
dua yaitu kerajaan Kediri dan Jenggala.
4. Kemunduran
Pada tahun 1006,
Sriwijaya melakukan pembalasan, yakni menyerang dan menghancurkan istana
Watugaluh. Dharmawangsa terbunuh, dan beberapa pemberontakan mengikutinya dalam
beberapa tahun ke depan. Airlangga, putera Mahendradatta yang masih berusia 16
tahun, berhasil melarikan diri dan kelak akan menjadi raja pertama Kerajaan
Kahuripan, suksesor Mataram Kuno dan medang.
0 Comments